"Hai teman, katamu, hidup itu adalah pertarungan. Menangkanlah.
Hai teman, kalau hidup adalah pertarungan, siapa yang akan bertarung bersamaku? Apakah kita sekutu? Ataukah kau musuhku? Mungkin yang paling buruk, apakah aku sendirian?
Hai teman, kalau hidup adalah pertarungan, bagaimana cara memenangkannya? Dimana senjataku?
Hai teman, kalau hidup memang pertarungan, tolonglah aku karena masih banyak pertanyaan-pertanyaan yang tidak bisa kujawab sendirian.
...Tapi teman, apakah aku bisa memercayaimu?"
Konyol rasanya, seorang cewek yang beranjak dewasa malah masih sibuk mencari jati dirinya. Well, bukankah seharusnya masa-masa itu sudah lama berlalu? Di satu sisi aku merasa bingung, karena nggak ada seorang pun yang pernah memperingatiku kalau "kehilangan" jati diri nggak hanya datang sekali seumur hidup.
Awalnya aku kira, kehilangan tujuan hidup bukanlah hal yang biasa. Aku pikir aku kalah. Bermacam-macam pertanyaan menggema di kepalaku hampir setiap malam. Tapi kemudian aku sadar kalau aku bukanlah satu-satunya orang yang masih mengais-ngais untuk menemukan impian yang nyata. Masih banyak orang di luar sana yang bahkan nggak berani bermimpi karena takut terjatuh dan akhirnya terluka parah. Atau yang lebih buruknya, sebagian dari mereka terlarut dalam zona nyaman dan nggak menyadari kalau sebenarnya mereka tersesat.
Aku bersyukur aku kehilangan arah untuk melangkah, karena akhirnya aku diberi kesempatan untuk mencari dan menemukan diriku sendiri. Aku nggak bisa bilang aku sudah memenangkan pertarungan, but I am certain that I am on my way there. Mungkin aku masih terlalu muda untuk mengajari tentang hidup, tapi biarkan aku membagikan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang sempat nggak terlihat jalan keluarnya.
1. Pentingnya spiritualisme
Kalau aku nggak memutuskan untuk merantau sendirian ke ibukota, mungkin aku nggak akan mengerti seberapa pentingnya nilai spiritualisme dalam hidupku. Saat teman-teman lain punya kehidupan yang terlihat menyenangkan, aku harus struggle memikirkan menu makan malamku, kapan aku punya waktu untuk membersihkan toiletku atau merapikan lemari bajuku dan juga meringis setiap kali merogoh kantong untuk mengisi bensin, membayar biaya parkir dan masuk tol. Baru sekarang aku mengerti pribahasa, lebih besar pasak daripada tiang.
Di saat teman-teman lain sedang berkumpul dengan anggota keluarga mereka, jangan tanya apakah aku iri karena itu jelas pertanyaan retoris. Bagi kalian yang tinggal sendirian, aku yakin kalian merasa kesepian walaupun punya banyak teman yang selalu siap diajak nongkrong bersama. Nggak ada salahnya kita "kabur" melalui jalan spiritualisme, "nongkrong" bareng Sang Pencipta. Selain merasa tenang, aku yakin kita nggak lagi merasa kesepian. Saat itu jugalah, kita sadar bahwa sejak lama kita sudah mempunyai sekutu dalam pertarungan kita.
2. Pikiran adalah senjata
Menjadi seseorang yang positif dalam keadaan yang penuh tekanan bukanlah hal yang sangat mungkin dilakukan. Kalau untukku, malah nyaris mustahil, apalagi mengingat aku dibesarkan di keluarga yang serba negatif. Percayalah, untuk memenangkan pertarungan, pikiran positif adalah senjata yang paling ampuh. Whether the battle is tough or not, it depends on the way you look at it. It's the matter of perception.
Aku kenal baik dengan seseorang yang punya pikiran sangat positif. Aku selalu bilang, "Hari jumat masih lama. Aku udah capek kerja."
Dengan santai, dia membalas, "Sabar ya, kan udah hari selasa. Sebentar lagi weekend."
Aku terpana mendengar jawaban itu. Di dalam pikiranku, aku selalu mengeluh, "masih hari selasa," tapi seseorang yang positif seharusnya berpikir, "udah hari selasa."
Saat itu aku merasa malu pada diriku sendiri. Hidup itu sulit, tapi kenapa aku masih mempersulit hidupku sendiri dengan menolak berpikiran positif? Thanks to him, karena sekarang aku menemukan senjata untuk memenangkan pertarunganku.
3. Berhenti membanding-bandingkan
Setiap orang memiliki masa sulit yang berbeda-beda. Lagipula, apa yang kelihatan di luar belum tentu seindah yang di dalam. Ditambah lagi, pengaruh dari social media yang menimbulkan kecemburuan massal, wajar aja hidup kita nggak tenang dan dipenuhi keinginan untuk mengikuti perkembangan jaman.
Apapun yang terjadi, bersyukur dalam segala hal, mulai dari yang terkecil adalah kunci dari setiap masalah. Daripada membanding-bandingkan diri sendiri dengan orang lain dan harus hidup dalam keinginan untuk melebihi yang lainnya, kenapa nggak mencoba untuk menjadi versi yang lebih baik dari diri kita yang lama?
Hai teman, hidup sebenarnya adalah pertarungan dengan diri kita sendiri.
4. Memfilter setiap perkataan
Dalam pertarungan kita, kadang kita nggak mengerti siapa yang harus kita percaya. Ada bermacam-macam jenis manusia di dunia ini. Dunia yang dulunya terlihat sempit, sekarang entah kenapa berubah jadi luas dan asing. Menyenangkan rasanya kalau bisa punya banyak teman yang mendorong kita untuk bisa lebih baik. Tapi, gimana rasanya kalau ternyata kita malah terdorong ke bawah dan lupa caranya bangkit?
Ada komentar-komentar orang lain yang nggak pantas didengarkan. Kalau kita saja bisa iri melihat kehidupan orang lain, aku yakin banyak orang yang iri melihat kehidupan kita. But guys, you can't please everyone. Aura negatif bisa masuk darimana saja, walaupun aura itu telah dikemas rapi dalam guyonan-guyonan penuh arti. Jadilah seseorang yang cerdas, yang teguh pendiriannya dan nggak terpengaruh dengan serangan-serangan tersebut. Mungkin juga, ada kalanya kita membalas serangan tersebut, bak di pertarungan yang sesungguhnya. Tapi sekali lagi, hidup adalah pertarungan dengan diri kita sendiri, bukan orang lain.
Untuk kalian yang sedang tersesat, jangan takut. Aku pun sama. Aku yakin, kita bisa belajar untuk menemukan diri kita sendiri dan memenangkan pertarungan kita.
Karena hidup bukan semata-mata pertarungan. Hidup adalah tempat untuk kita "tersesat" dan menemukan jati diri kita.
NB: I constantly tell myself not to fight back those attacks. I know I have to be more patient and positive, because that's actually the way to win. I might have failed but I will try. Please keep reminding me.
ASA
No comments:
Post a Comment