Thursday, October 4, 2012

Harapan

Aku tau aku egois. Manusia mana yang nggak? Waktu aku berpikir lagi dan lagi, setiap malam, setiap detik, bayangkan, I've never been this thoughtful before. Yang aku pikirkan hanyalah betapa bercelahnya aku. Betapa nggak sempurnanya aku. Aku cuman cewek bodoh yang terlalu cepat senang dan juga cepat kecewa. Aku cepat berubah pikiran, terkadang kehilangan pendirian hanya karena dikendalikan perasaan. Berkali-kali aku mencoba untuk nggak mengandalkan perasaanku, tapi yang ada aku malah meremukkan hatiku sendiri. Dan rasanya, nggak pernah nyaman.

Saat seluruh pandangan tertutupi kabut, yang aku inginkan hanyalah sebuah cahaya kecil, walau jauh dan hampir tak terjangkau, it's okay. Asalkan cahaya itu masih di sana, asalkan harapan itu masih ada walau udah redup. Aku rela. Aku mau berlari ke sana seberapa sulitnya pun itu. Aku bakal mengejar harapan itu. Tapi saat harapan redup aku lihat akhirnya padam, aku nggak tau harus gimana. Aku hancur, berkeping-keping dan mungkin nggak akan bisa bangkit lagi. Gimana mungkin, satu-satunya cahaya yang kupunya malah menghilang dan pergi. Gimana aku harus lanjut berjalan?

Aku memohon. Aku membuang harga diri dan mulai mengandalkan keegoisanku demi sebuah harapan kecil. Aku bilang pada diriku sendiri kalau sebuah harapan saja berarti banyak buatku. Aku rela berjuang mati-matian, nggak ada yang salah dengan itu. Kalau dipikir-pikir aku memang bodoh, memperjuangkan sesuatu yang nggak pernah pasti. Aku berjudi dengan hidupku. Aku nggak bisa membayangkan suatu saat nanti kalau cahaya itu benar-benar pergi untuk selamanya dan nggak akan pernah kembali lagi. Gimana aku bisa terus berjalan?

Aku benar-benar nggak tau kenapa semuanya jadi begini. Sesuatu yang awalnya bisa aku lihat dengan jelas, yang bahkan bisa kupegang dengan erat, melesat pergi dari tanganku begitu saja dan aku bahkan nggak bisa melihatnya sejelas yang dulu. Aku berjanji pada diriku sendiri untuk terus berjalan mengejar cahaya itu apapun resikonya, tapi aku nggak bisa jalan sendiri. Gimana aku bisa menjadi kuat kalau aku sendiri? Aku takut. Aku takut kalau sampai akhirnya aku terus berjalan sendiri dan cahaya itu lenyap di depan mataku. Aku beneran takut. Aku takut dibenci. Aku takut diabaikan. Aku takut dibuang. Aku nggak lebih dari seorang pengecut yang nggak bisa berani berjalan dengan kedua kakinya, kan?

Yang aku inginkan hanyalah genggaman tangan dan sebuah suara yang bersedia menemaniku hingga akhir. Nggak lebih dari itu.

~Asa~

No comments:

Post a Comment